Maret 2020
1991-1998
Tahun 1991–1998 bisa dikatakan sebagai periode ‘mati suri’ dalam Perfilman Indonesia. Mati suri dalam artian hampir tidak ada film yang produksi di periode tersebut. Gejolak politik, berkembangnya televisi, monopoli bioskop, pembajakan lewat video tape, dan Undang–Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 8 tahun 1992 menjadi beberapa faktor mati suri di periode tersebut.
Perihal media pada rezim Orba yang ‘mengarahkan’ media sebagai karya nasionalis lewat beberapa undang–undangnya (terutama yang diatur UURI No 8 Tahun 1992) sehingga banyak media yang menghasilkan konten hiburan umum. Seperti televisi pada periode tersebut yang semakin memiliki banyak saluran dengan program hiburan yang dapat diakses di rumah. Di sisi lain, perbioskopan Indonesia yang sudah dimonopoli oleh Bioskop 21 membuat bioskop–bioskop kecil gulung tikar. Kondisi-kondisi dalam periode tersebut membuat filmmaker kesulitan memproduksi film sehingga hanya mampu memproduksi dan memutar 2–3 film setiap tahunnya, itupun didominasi film–film yang bertema seks.
Beberapa film maker dapat menyiasati kondisi tersebut dalam bahasa film, seperti Daun Diatas Bantal (1998) yang memperlihatkan tatanan sosial lewat sudut pandang anak jalanan atau Bibir Mer (1992) yang menggambarkan perspektif sosial pada tahun itu lewat pilihan hidup Mer. Ada pula film maker dengan sembunyi–sembunyi memproduksi film karena mereka mengangkat isu yang menyentil tatanan sosial lewat bahasa personal. Dalam hal ini Kuldesak dapat dijadikan contoh.
Bulan Maret ini, Café Society Cinema ingin merayakan Hari Film Nasional 2020 dengan menayangkan film–film Indonesia yang mengangkat isu sosial lewat bahasa personal pada periode ‘mati suri’. Mulai dari film realis Daun Di Atas Bantal (1998), dilanjutkan dengan film–film komedi Bibir Mer (1992) dan Fatahillah (1997), kemudian ada dokumenter On The Record: Tokoh–Tokoh Sastra Indonesia (1995), ditutup dengan Kuldesak (1998).
Mari rayakan periode mati suri!
(Damar R.J.K – programmer magang)
Selasa, 3 Maret 2020
“Daun Di Atas Bantal” (Garin Nugroho, 83 min, 1998)
Tiga anak jalanan yang menjalani kehidupan jalanan yang keras. Namun, berkat mereka merasa diterima oleh seorang wanita bernama Asih, semangat belajar membaca dan kemanusiaanpun terbangun.
Selasa, 10 Maret 2020
“Fatahillah” (Imam Tantowi & Chaerul UmamLondon, , 120 min, 1997)
Seorang tokoh ulama panglima perang bernama Fatahillah yang mengepalai gencatan senjata Portugis di Sunda Kelapa lalu mengganti nama daerah itu menjadi Jayakarta. Film ini bermaksut menjadi lokomotif perfilman Indonesia di periode mati suri dengan produksi yang massif.
Selasa, 17 Maret 2020
“Bibir Mer” (Arifin C. Noer, 95 min, 1992)
Seorang gadis yang kecewa pada kekasihnya, kemudian membalasnya dengan bekerja di sebuah salon. Ia mengerahkan kemampuan berkomunikasinya hingga salon tersebut ramai dengan pelanggan pria.
Selasa, 24 Maret 2020
“On the Record: Tokoh – Tokoh Sastra Indonesia, Volume 1” (Riri Riza, 142 min, 1995)
Projek film dokumenter tentang beberapa sastrawan Indonesia yang perannya berpengaruh pada masa Orde Baru.
Senin, 30 Maret 2020 (Hari Film Nasional)
“Kuldesak” (Mira Lesmana, Riri Riza, Rizal Matovani, Nan Achnas, 103 min, 1998)
Kisah paralel empat remaja ibu kota yang mengalami berbagai konflik personal-realis sekaligus menjadikan Kuldesak sebagai titik balik pergerakan film independen di Indonesia.