Maret 2018

Seperti Menonton

Bagaimana film memposisikan penonton? Apa yang mungkin dilakukan penonton ketika mengalami pengalaman menatap sebuah citra bergerak? Adakah kemungkinan lain bagi tubuh penonton untuk mencari keluwesan sekaligus jarak dari kesatuan perspektif yang dihasilkan citra? Sederetan pertanyaan tersebut mungkin hadir ketika citra film menghadirkan kenyamanan katarsis atau barangkali hingga kealpaan dialog di luar rangkaian frame demi frame di setiap pemutaran. Tidak tertutup kemungkinan, kealpaan ini bisa jadi tidak terlalu jauh dengan kosa kata di dalam budaya menonton kita. Sebut saja gagasan tentang “tontonan sepihak” yang cenderung membingungkan atau sesederhana pernyataan teknis akan romantisme “inspirasi” yang seringkali mendapuk sutradara sebagai tuan tunggal atas pengetahuan filmis.

Sebagai sebuah percobaan layaknya kehadiran film itu sendiri, di sepanjang bulan Maret ini Café society akan menggali kemungkinan gerak film esei dalam pencapaian refleksifitas penonton. Pada tataran yang mendasar, tentu refleksifitas bergerak pada ketidakpastian bentuk esai di masing-masing film. Ia hadir melalui upaya pertemuan tarik ulur antara kekuatan kuncinya (suara dan teks) yang terus menerus bernegosiasi dengan citra. Pada tataran kedua, arah setiap film dengan film lainnya memungkinkan jenjang wujud abstrak dari kehadiran astrak melalui suara, hingga wujud subyek serta dialog antar penonton sebagai subyek.

Di dalam “Sans Soleil” (Chris Marker, 1983) gagasan memori menawarkan sebuah pengungkapan melalui gerak suara dan kepasifan citra still. Gagasan serupa melalui naratif fiksi kemudian hadir di dalam “London” (Patrick Keiller, 1994). Melalui penekanan editing, penonton digiring dengan kemampuan suara dari luar untuk memilah serta merespon citra lanskap Los Angeles di dalam “Los Angeles Plays Itself” (Thom Andersen, 2003). Selanjutnya, suara kemudian dipertebal melalui kehadiran fisik dari penonton itu sendiri. Di dalam “The Makes” (Eric Baudelaire, 2009), upaya tubuh melalui wujud tangan dalam memahami citra-citra di dalam karya Antonioni kemudian dinegosiasi kembali oleh suara yang hadir dari tubuh itu sendiri. Sebuah penemuan mutakhir bentuk esei, “Reading//Binging//Benning” (Chloé Gilbert Laîne dan Kevin B. Lee, 2018), kemungkinan untuk mencari bentuk penonton melalui susunan film fiktif dibentuk melalui dialog antar suara subyek-subyek.

Selamat Menonton!

(Fiky Daulay)

Café Society - Sans Soleil

6 Maret 2018
“Sans Soleil” (Chris Marker, 104 min, 1983)
Sebuah karya klasik yang mengeksplorasi gagasan tentang memori melalui perjalanan citra dari berbagai tempat di dunia. Film ini menjadi satu bentuk cetak biru gagasan mengenai film esei.

Café Society - London

13 Maret 2018
“London” (Patrick Keiller, 100 min, 1994)
Petualangan Robinson yang menjadi alter ego fiktif narator dalam memahami perayaan simbolik melalui monumen-monumen yang mewakili masalah sosial di London. Keputusaan masalah sosial melalui wujud lanskap kemudian mencari celahnya melalui semangat kolektifitas.

rev-cs-film-mar-2018-los-angeles-plays-itself

20 Maret 2018
“Los Angeles Plays Itself” (Thom Andersen, 169 min, 2003)
Satu argumen penting bahwa lanskap Los Angeles menjadi bayang-bayang industri film Hollywood yang masif. Argumen ini menjadi terang melalui ketajaman pemilihan citra-citra historis yang diselami melalui keterhubungannya satu sama lain.

rev-cs-film-mar-2018-the-makes

27 Maret 2018
“The Makes” (Eric Baudelaire, 26 min, 2009)
Sulit untuk mengatakan film ini memiliki arah gagasan naratif yang jelas. Menghadirkan seorang “penonton” menjadi subyek film dalam film untuk menguji “film” itu sendiri adalah sebuah percobaan yang menantang.

re-cs-film-mar-2018-reading-binging-benning

27 Maret 2018
“Reading//Binging//Benning” (Chloé G. Laîne & Kevin B. Lee, 11 min,  2018)
Dapatkah kita membayangkan kehadiran penonton untuk sebuah film yang belum pernah dibuat? Video esei menghadirkan eksperimentasi durasi proses untuk menghadirkan dialog sekaligus mengungkap gagasan tentang film-film James Benning.